Syirik merupakan pangkal segala kejahatan. Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. An-Nisa ayat 48 yang artinya:
“Sesungguhnya Allah SWT tidak akan mengampunkan dosa syirik mempersekutukanNya (dengan sesuatu apa jua), dan akan mengampunkan dosa yang lain dari itu bagi sesiapa yang dikehendakiNya (menurut aturan SyariatNya). Dan sesiapa yang mempersekutukan Allah SWT (dengan sesuatu yang lain), maka sesungguhnya ia telah melakukan dosa yang besar”.
Diantara sarana kepada keburukan adalah menggambar makhluk bernyawa. Oleh karena itulah Islam melarang menggambar makhluk bernyawa apapun alasannya. Karena gambar makhluk bernyawa merupakan sarana kepada banyak sekali keburukan. Mari kita simak penjelasannya lebih lanjut.
Definisi ash shurah
Yang dilarang dalam Islam untuk digambar adalah ash shurah, yaitu gambar makhluk yang bernyawa. Adapun gambar makhluk yang tidak bernyawa, tidak terlarang untuk digambar. Diantara dalilnya adalah hadits berikut:
وعَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي الحَسَنِ، قَالَ: كُنْتُ عِنْدَ ابْنِ عَبَّاسٍ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا -، إِذْ أَتَاهُ رَجُلٌ فَقَالَ: يَا أَبَا عَبَّاسٍ، إِنِّي إِنْسَانٌ إِنَّمَا مَعِيشَتِي مِنْ صَنْعَةِ يَدِي، وَإِنِّي أَصْنَعُ هَذِهِ التَّصَاوِيرَ، فَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: لاَ أُحَدِّثُكَ إِلَّا مَا سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: سَمِعْتُهُ يَقُولُ: «مَنْ صَوَّرَ صُورَةً، فَإِنَّ اللَّهَ مُعَذِّبُهُ حَتَّى يَنْفُخَ فِيهَا الرُّوحَ، وَلَيْسَ بِنَافِخٍ فِيهَا أَبَدًا» فَرَبَا الرَّجُلُ رَبْوَةً شَدِيدَةً، وَاصْفَرَّ وَجْهُهُ، فَقَالَ: وَيْحَكَ، إِنْ أَبَيْتَ إِلَّا أَنْ تَصْنَعَ، فَعَلَيْكَ بِهَذَا الشَّجَرِ، كُلِّ شَيْءٍ لَيْسَ فِيهِ رُوحٌ
Haji Express Haramainku
Dari Sa’id bin Abi Al Hasan berkata, Aku pernah bersama Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhu ketika datang seorang kepadanya seraya berkata; “Wahai Abu ‘Abbas, pekerjaanku adalah dengan keahlian tanganku yaitu membuat lukisan seperti ini”. Maka Ibnu ‘Abbas berkata: “Yang aku akan sampaikan kepadamu adalah apa yang pernah aku dengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Yaitu beliau bersabda: “Siapa saja yang membuat gambar ash shurah, Allah akan menyiksanya hingga dia meniupkan ruh (nyawa) kepada gambarnya itu dan sekali-kali dian tidak akan bisa melakukannya selamanya”. Maka orang tersebut sangat ketakutan dengan wajah yang pucat pasi. Ibnu Abbas lalu berkata: “Celaka engkau, jika engkau tidak bisa meninggalkannya, maka gambarlah olehmu pepohonan dan setiap sesuatu yang tidak memiliki ruh (nyawa)” (HR. Bukhari no.2225).
Dalam hadits ini dijelaskan oleh Ibnu Abbas bahwa ash shurah yang dilarang untuk digambar adalah gambar makhluk yang bernyawa. Adapun gambar makhluk yang tidak bernyawa seperti pohon, maka tidak terlarang untuk digambar.
Dan dalam hadits yang lain, dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, beliau berkata: aku mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
قال اللهُ عزَّ وجلَّ : ومن أظلم ممن ذهبَ يخلقُ كخَلْقي ، فلْيَخْلُقوا ذرَّةً ، أو : لِيخْلُقوا حبَّةً ، أو شعيرةً
“Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: ‘siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mencipta seperti ciptaan-Ku?’. Maka buatlah gambar biji, atau bibit tanaman atau gandum” (HR. Bukhari no.5953 dan Muslim no.2111).
Di dalam hadits ini juga terdapat bimbingan bagi orang yang ingin menggambar, hendaknya menggambar makhluk yang tidak bernyawa seperti biji, atau bibit tanaman atau gandum.
Baca Juga: Hukum Menggambar Makhluk Bernyawa
Perlu Dibedakan Antara Dua Hal!
Pembahasan terkait ash shurah (gambar makhluk bernyawa) perlu dibagi dan dibedakan antara dua bab:
Bab tashwir (membuat ash shurah)
Bab iqtina’ ash shurah (memanfaatkan ash shurah)
Karena dua bab di atas memiliki hukum yang berbeda dan rincian yang berbeda. Menyamakan dua hal di atas adalah suatu kekeliruan.
Hukum tashwir (membuat ash shurah)
Tashwir artinya membuat gambar makhluk bernyawa, baik dengan tangan langsung maupun dengan bantuan alat. Banyak sekali hadits-hadits yang menunjukkan bahwa tashwir hukumnya haram dan merupakan dosa besar. Pelakunya diancam dengan adzab yang berat di akhirat.
Dan hadits Abdullah bin Mas’ud radhiallahu’anhu, beliau berkata: aku mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
إنَّ أشدَّ النَّاسِ عذابًا عندَ اللَّهِ يومَ القيامةِ المصوِّرونَ
“orang yang paling keras adzabnya di hari kiamat, di sisi Allah, adalah tukang gambar” (HR. Bukhari no. 5950, Muslim no.2109).
Dalam hadits Ibnu Umar radhiallahu’anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
إنَّ الَّذينَ يصنَعونَ هذِه الصُّوَرَ يعذَّبونَ يومَ القيامةِ ، يقالُ لَهم : أحيوا ما خلقتُمْ
“orang yang menggambar gambar-gambar ini (gambar makhluk bernyawa), akan diadzab di hari kiamat, dan akan dikatakan kepada mereka: ‘hidupkanlah apa yang kalian buat ini’” (HR. Bukhari no.5951, Muslim no.2108).
Dan hadits Abu Hurairah radhiallahu’anhu, beliau berkata: aku mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
قال اللهُ عزَّ وجلَّ : ومن أظلم ممن ذهبَ يخلقُ كخَلْقي ، فلْيَخْلُقوا ذرَّةً ، أو : لِيخْلُقوا حبَّةً ، أو شعيرةً
“Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: ‘siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mencipta seperti ciptaan-Ku?’. Maka buatlah gambar biji, atau bibit tanaman atau gandum” (HR. Bukhari no.7559, Muslim no.2111).
Dari Aisyah radhiallahu’anha:
أَنَّ أُمَّ حَبِيبَةَ، وَأُمَّ سَلَمَةَ ذَكَرَتَا كَنِيسَةً رَأَيْنَهَا بِالحَبَشَةِ فِيهَا تَصَاوِيرُ، فَذَكَرَتَا لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: «إِنَّ أُولَئِكَ إِذَا كَانَ فِيهِمُ الرَّجُلُ الصَّالِحُ فَمَاتَ، بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ مَسْجِدًا، وَصَوَّرُوا فِيهِ تِلْكَ الصُّوَرَ، فَأُولَئِكَ شِرَارُ الخَلْقِ عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ القِيَامَةِ»].
“Bahwa Ummu Habibah dan Ummu Salamah menceritakan ada gereja yang mereka lihat di Habasyah, di dalamnya terdapat gambar-gambar (makhluk bernyawa). Mereka berdua menceritakan hal tersebut pada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasalllam. Beliau lalu bersabda: “Gambar-gambar tersebut adalah gambar orang-orang yang dahulunya merupakan orang shalih lalu meninggal. Kemudian dibangunkan tempat ibadah di atas kuburan mereka, dan digambarlah gambar-gambar tersebut. Orang-orang yang menggambar itu adalah orang-orang yang paling bejat di sisi Allah di hari kiamat”” (HR. Bukhari no.3873, Muslim no. 528).
Al Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata:
وفي الحديث دليل على تحريم التصوير
“Dalam hadits ini terdapat dalil tentang terlarangnya tashwir (menggambar makhluk bernyawa)” (Fathul Baari, 1/525).
Al imam An Nawawi menjelaskan:
قال أصحابنا وغيرهم من العلماء: تصوير صورة الحيوان حرام شديد التحريم، وهو من الكبائر لأنه متوعد عليه بهذا الوعيد الشديد المذكور في الأحاديث وسواء صنعه بما يمتهن أو بغيره فصنعته حرام بكل حال لأن فيه مضاهاة لخلق الله تعالى، وسواء ما كان في ثوب أو بساط أو درهم أو دينار أو فلس أو إناء أو حائط أو غيرها وأما تصوير صورة الشجر ورحال الإبل وغير ذلك مما ليس فيه صورة حيوان فليس بحرام
“Ulama madzhab kami (Syafi’iyyah) dan para ulama lain mengatakan: menggambar hewan hukumnya haram dengan keharaman yang sangat berat. Ia merupakan dosa besar, karena termasuk dosa yang diancam dengan ancaman yang berat, yang disebutkan dalam hadits-hadits.
Baik gambar tersebut adalah gambar yang dihinakan ataukah bukan. Maka membuat gambar tersebut hukumnya haram apapun alasannya. Karena dalam membuat gambar, terdapat unsur menandingi ciptaan Allah ta’ala.
Baik membuat gambar tersebut di baju, di karpet, di uang dirham atau uang dinar, di uang kertas, di bejana, di tembok, atau di tempat lain.
Adapun membuat gambar pohon atau pelana unta, atau benda lain yang bukan gambar hewan maka tidak haram” (Syarah Shahih Muslim, 14/82).
Maka kita dapati suatu faedah dari penjelasan An Nawawi ini, bahwa terkadang gambar makhluk bernyawa itu boleh digunakan, namun yang menggambarnya tetap berdosa. Ini juga menunjukkan bahwa dosa menggambar gambar makhluk bernyawa itu lebih fatal dan berat daripada menggunakan gambar makhluk bernyawa. Karena mereka diancam dengan ancaman yang berat, diantaranya:
Disebut sebagai orang yang paling zhalim
Akan diadzab terus-menerus sampai mereka bisa meniupkan ruh pada gambar yang mereka buat, dan mereka tidak akan bisa melakukannya
Disebut akan mendapatkan adzab yang paling keras di hari kiamat
Menggambar shurah adalah Sarana Kesyirikan
Allah ta’ala berfirman tentang kesyirikan di zaman Nabi Nuh:
وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا
“Dan mereka berkata: “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa’, yaghuts, ya’uq dan nasr” (QS. Nuh: 23).
Ibnu Abbas radhiallahu’anhu menafsirkan ayat ini:
أسْمَاءُ رِجَالٍ صَالِحِينَ مِن قَوْمِ نُوحٍ، فَلَمَّا هَلَكُوا أوْحَى الشَّيْطَانُ إلى قَوْمِهِمْ، أنِ انْصِبُوا إلى مَجَالِسِهِمُ الَّتي كَانُوا يَجْلِسُونَ أنْصَابًا وسَمُّوهَا بأَسْمَائِهِمْ، فَفَعَلُوا، فَلَمْ تُعْبَدْ، حتَّى إذَا هَلَكَ أُولَئِكَ وتَنَسَّخَ العِلْمُ عُبِدَتْ
“Ini adalah nama-nama orang shalih di zaman Nabi Nuh. Ketika mereka wafat, setan membisikkan kaumnya untuk membangun tugu di tempat mereka biasa bermajelis, lalu diberi nama dengan nama-nama mereka. Dan itu dilakukan. Ketika itu tidak disembah. Namun ketika generasi tersebut wafat, lalu ilmu hilang, maka lalu disembah” (HR. Bukhari no.4920).
Perhatikan, kaum Nabi Nuh ketika orang shalih meninggal, mereka membuat patung orang-orang shalih tersebut. Ini adalah tashwir (menggambar) berupa gambar 3 dimensi. Awalnya mereka tidak bermaksud untuk menyembahnya, namun waktu berjalan dan orang-orang yang membuat patung telah wafat kemudian ilmu yang benar hilang di tengah masyarakat, lama-kelamaan patung-patung tersebut pun disembah.
Alasan Dilarangnya Tashwir
Dari paparan di atas, kita ketahui bahwa ‘illah (alasan) dilarangnya tashwir diantaranya 3 alasan:
Karena menandingi ciptaan Allah, sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah.
Menyerupai perbuatan kaum Ahlul Kitab, sebagaimana dalam hadits Aisyah.
Merupakan sarana menuju kesyirikan, sebagaimana penjelasan Ibnu Mas’ud.
Syubhat dalam Larangan Tashwir
Syubhat: larangan tashwir adalah jika gambar yang dibuat dimaksudkan untuk disembah
Sebagian orang memiliki syubhat, bahwa larangan tashwir adalah jika gambar yang dibuat dimaksudkan untuk disembah. Adapun jika tidak bermaksud untuk menyembah gambar tersebut maka tidak mengapa.
Maka kita jawab syubhat ini dengan beberapa poin:
Pertama, hadits-hadits larangan tashwir sifatnya muthlaq tidak menyebutkan keterangan bahwa larangannya berlaku jika gambarnya akan disembah.
Kedua, alasan terlarangnya tashwir telah kita sebutkan minimalnya ada 3 alasan. Alasan nomor 3 adalah shurah merupakan sarana menuju kesyirikan. Andaikan shurah yang dibuat tidak bermaksud untuk disembah maka memang alasan nomor 3 gugur. Namun bukankah ada 2 alasan lainnya yang tetap menjadikan tashwir hukumnya terlarang?
Ketiga, kaum Nabi Nuh ‘alaihissalam ketika awal mula mereka membuat patung dari orang shalih yang sudah meninggal, mereka tidak bermaksud untuk menyembahnya. Sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Mas’ud radhiallahu’anhu. Namun ternyata berujung kepada penyembahan dan kesyirikan. Sehingga tashwir tetap terlarang meskipun tidak bermaksud untuk menyembahnya, dalam rangka sadd adz dzari’ah (menutup celah menuju keburukan).